12 November 2008

short story about Sayid Qutb

“Sesungguhnya telunjuk saya yang
bersaksi dengan mengucap dua kalimat syahadat (Tiada tuhan yang berhak
disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-nya) minimal lima kali
dalam sehari (waktu shalat fardhu) tidak mungkin dia menandatangani
atau menulis satu katapun yang menyebabkan saya beredekat-dekat dengan
penguasa thaghut (zalim). Jika saya dihukum disebabkan karena al-Haq,
maka saya ridha berhukum dengan al-Haq. Namun jika saya dihukum dengan
al-Bathil (kebatilan) maka saya lebih besar dari meminta kasih sayang
kepada kebatilan itu.“

Demikianlah ucapan Sayid Qutb
sambil menuju ke tiang gantungnya. Sebenarnya, ada tawaran dari Jamal
Abdul Naser bahwa Sayid Qutb dapat selamat dari tiang gantung (hukuman
mati) asal mau menandatangani surat minta maaf yang telah disiapkan
penguasa. Namun tawaran itu ditolak oleh Sayid Qutb dengan tegas
sembari mengucapkan kalimat tersebut (di atas) dg tegas.

Itulah
yang dihadapi Sayyid Qutb, penulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang
merelakan hidupnya diakhiri di tiang gantung rezim Jamal Abdul Naser
demi mempertahankan isi dan kemuliaan Al-Qur’an.

Subhanallah ya…
Betapa kuat keimanannya & kecintaannya kpd Allah swt, tercermin dari kalimatnya…

Dalam salah satu untaian syair, Sayyid Qutb bersenandung :

Saudaraku….. engkau bebas merdeka di balik jeruji besi…
Saudaraku….. engkau bebas merdeka dengan belenggu ini…
Jika engkau benar-benar berlindung pada Allah….maka tipu daya budak-budah itu tidak akan mencelakakanmu..
Saudarakau…. Jika kita mati, bebarati kita akan bertemu dengan para kekasih kita (Rasul, Sahabat dan orang-orang saleh)
Taman syurgawi Tuhanku sudah disiapkan untuk kita…..

Dalam situasi dan kondisi seperti itulah Fi Zhilalil Qiur’an ditulis
dan disebarkan. Berkat taufiq dari Allah, sejak Fi Zhilal diterbitkan
sampai hari ini, ia tetap menjadi rujukan berjuta-juta umat Islam dan
bahkan oleh para ulama sendiri di seluruh penjuru dunia.

Tidak ada komentar: